BERITASERUYAN.COM- Terapi okupasi membuat orang tua goyah untuk melanjutkan sesi terapi anak. Terapi okupasi ini anak itu hanya didampingi oleh terapis diruangan terapi, bayangkan saja bagaimana respon anak berada di satu ruangan dengan orang yang tidak mereka kenali tanpa tanpa kehadiran orang tuanya.
Jelas proses adaptasi awalnya adalah menangis, tantrum bahkan ada yang melukai diri sendiri sampai menjatuhkan diri ke lantai atau kepalanya dibenturkan ke tembok. Sebagai orang tua kita berpikir apakah dilanjutkan atau berhenti terapi. Kembali ke prinsip orang tua dengan anak memiliki hambatan speechdelay.
Orang tua harus bertemu terpis dan berkonsultasi. Terapis melakukan screening kepada anak dilanjutkan memberikan pemahaman dan pengarahan kepada orang tua. Penjelasannya bukan hanya definisi terapi okupasi itu apa, metode dan mainannya itu seperti apa, terapis menjelaskan konsekuensi terapi okupasi.
Pada sesi terapi anak pasti akan menangis dan ada kemungkinan anak menyakiti diri sendiri, kadang terapis memberikan suara atau intonasi penekanan yang tegas kepada anak. Orang tua diberikan pengertian kalau hal-hal tersebut bukan bermaksud untuk hal negatif, jadi terapi okupasi ini sifatnya untuk membantu anak lebih mandiri, lebih bisa atensi dan konsentrasi dan lebih bisa mengasah kemampuan sensorik dan motoriknya, dari terapi okupasi ini juga bisa mengasah problem solving anak supaya mereka tau ketika menghadapi masalah mereka harus mencari cara seperti apa kemudian mereka dilatih untuk perkembangan kognitifnya itu semakin baik yang efeknya sangat berkaitan untuk terapi wicara anak speechdelay.
Ketika sensorik mtorik sudah matang ketika anak sudah bisa atensi dan konsentrasi ketika anak sudah paham instruksi itu akan mudah untuk mereka berkomunikasi mengeluarkan suara yang mana itu berguna sekali ketika sesi terapi wicara, karena kunci untuk terapi wicara anak itu sudah bisa atensi dan konsentrasi.
Penulis : Citra Meirisa, S. Pd