KUALA PEMBUANG- Ditengah kesibukannya sebagai guru di SMA Negeri 1 Kuala Pembuang, Yulia Tenti Nova tak henti menyalakan harapan bagi anak-anak penyandang disabilitas. Lewat sebuah wadah yang ia beri nama Komunitas Pelita ABK, ia berusaha menciptakan ruang belajar sekaligus penguatan karakter bagi anak-anak istimewa.
Kecintaannya terhadap dunia pendidikan khusus bukanlah hal baru. Sebelum menjadi guru SMA, ia pernah mengabdikan diri selama tujuh tahun di Sekolah Luar Biasa (SLB). Pengalaman itu yang kemudian menuntunnya mendirikan komunitas ini. Bahkan, ia sempat meraih beasiswa belajar di Melbourne, Australia, khusus mendalami pendidikan anak dengan Down Syndrome. “Motivasi terbesar saya adalah anak saya sendiri yang merupakan penyandang Down Syndrome. Dari dia saya belajar bahwa ini bukan kekurangan, melainkan keistimewaan,” ujarnya di Kuala Pembuang, Sabtu (27/9).
Saat ini, sudah ada delapan anak dengan Down Syndrome yang bergabung di Komunitas Pelita ABK. Meski berdiri dengan biaya pribadi dan belum mendapat dukungan resmi dari pihak mana pun, dirinya tetap berusaha menghadirkan kegiatan bermanfaat. Setiap Jumat, anak-anak belajar literasi, menulis, membaca, hingga digital. Sementara setiap Sabtu, mereka berlatih tari bersama sanggar yang juga ia kelola, Sanggar Tari Hapakat Penyang. “Tujuannya sederhana, agar anak-anak bisa berkembang, merasa dihargai, dan punya ruang untuk percaya diri,” jelasnya.
Hasilnya, tak sedikit anak-anak binaannya sudah meraih prestasi, bahkan pernah mewakili Kalimantan Tengah dalam berbagai ajang. Salah satunya Anis, yang bangga karena bisa tampil di televisi. Ada pula yang kini sudah mulai bekerja. Tantangan memang masih ada. Seperti pengalaman beberapa orang tua yang sempat kecewa karena saat anak mereka bersekolah di SKh Negeri 1 Kuala Pembuang, sering kali guru tidak hadir sehingga perkembangan anak kurang maksimal. “Rata-rata anak yang saya dampingi memang dari SLB. Di komunitas ini saya pahami, kadang orang tua sibuk sehingga tidak bisa mengantar, maka saya sendiri yang akan datang kerumah anak anak,” tambahnya.
Ia berharap ke depan ada perhatian dari dinas sosial dan pihak terkait, khususnya saat momentum penting seperti Hari Disabilitas Internasional pada bulan November. “Selama ini kalau ada lomba, saya selalu memberitahukan ke SLB. Sayangnya, dari pihak sekolah jarang ikut. Padahal kesempatan itu banyak, meskipun hanya lomba digital, yang penting anak-anak merasa dihargai,” katanya.
Baginya, mendirikan Pelita ABK bukan sekadar kegiatan sosial tanpa gaji. Lebih dari itu, ia ingin membuka jalan bagi anak-anak penyandang disabilitas agar bisa bermimpi besar, bahkan menembus sekolah ke luar negeri. “Jangan pernah anggap anak dengan Down Syndrome sebagai beban sekolah. Mereka adalah cahaya, dan kita hanya perlu memberi ruang untuk sinar itu semakin terang,” tutupnya penuh keyakinan. (Isn)






