PALANGKA RAYA – Anggota Komisi II DPRD Kota Palangka Raya, Tantawi Jauhari, menyuarakan dukungan terhadap langkah Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk melarang operasional kendaraan over dimension over loading (ODOL) di jalan-jalan provinsi maupun kabupaten/kota.
Menurutnya, meskipun sejumlah ruas jalan di Kalimantan Tengah berstatus sebagai jalan nasional, akses menuju ruas-ruas tersebut tetap melalui jalan kota dan provinsi yang memiliki keterbatasan daya tahan terhadap beban kendaraan berat.
“Faktanya, jalan nasional tidak berdiri sendiri. Akses ke sana tetap melalui jalur dalam kota atau provinsi. Jika kendaraan ODOL dibiarkan melintas tanpa pengaturan, maka kerusakan jalan tak bisa dihindari,” ujar Tantawi, Selasa 5 Agustus 2025.
Dia menekankan bahwa kendaraan ODOL, yang melebihi kapasitas teknis jalan, menjadi penyebab utama tingginya biaya pemeliharaan infrastruktur dan berpotensi menguras anggaran daerah. Situasi ini, menurutnya, bisa menjadi beban jangka panjang jika tidak segera diatasi.
“Kalau terus dibiarkan, anggaran daerah hanya akan habis untuk memperbaiki jalan rusak. Dampaknya bukan cuma ke infrastruktur, tapi juga ke pelayanan publik lainnya yang ikut terdampak karena anggaran terkuras,” jelasnya.
Tantawi juga menyadari bahwa keberadaan kendaraan ODOL berkaitan dengan aktivitas ekonomi masyarakat. Namun, ia menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi harus tetap berada dalam koridor yang tidak merusak fasilitas umum.
“Perekonomian tetap penting, tapi harus ada batasannya. Jangan sampai demi distribusi barang, kita malah mengorbankan jalan dan anggaran,” katanya. Dia menyoroti pula dilema pelebaran jalan yang kerap dianggap solusi untuk kelancaran transportasi, namun justru membuka akses lebih besar bagi kendaraan berat. Menurutnya, pelebaran jalan harus dikaji secara komprehensif.
“Dulu jalan hanya 8 meter, cukup untuk truk kecil. Tapi setelah diperlebar, truk-truk besar bahkan alat berat mulai masuk. Ini jadi tantangan baru,” ujarnya. Tantawi mengusulkan agar kebijakan terkait kapasitas kendaraan, rute yang boleh dilalui, hingga jenis kendaraan diatur secara tegas, sebagaimana pengaturan jalur di SPBU yang membedakan antara motor, mobil, hingga truk.
“Di jalan raya juga harus begitu. Tidak bisa semua kendaraan disamakan. Harus ada regulasi berdasarkan bobot dan jenis kendaraan,” tegasnya. Dia mendukung penuh langkah Gubernur Kalimantan Tengah yang tengah menyiapkan regulasi pembatasan ODOL dan berharap semua pihak dapat mematuhi aturan tersebut demi kepentingan bersama.
“Kita harus taat jika sudah ada aturan resmi. Karena tujuannya bukan untuk membatasi, tapi melindungi kepentingan masyarakat secara luas,” pungkasnya. Menurut Tantawi, solusi jangka panjang hanya bisa dicapai melalui pengelolaan lalu lintas yang berbasis kapasitas jalan dan daya dukung infrastruktur.
“Kalau mau anggaran pembangunan tidak habis untuk perbaikan jalan, ya kuncinya adalah pembatasan sesuai kapasitas kendaraan. Itu yang harus kita perjuangkan bersama,” tutupnya. (Red)