BERITASERUYAN.COM- Sejak 28 Februari 2023 lalu ketika informasi tersebar ke seluruh lapisan masyarakat terkait kondisi Bupati Seruyan Yulhaidir yang dikabarkan mengalami sakit, roda pemerintahan di Kabupaten Seruyan mulai dipenuhi manuver-manuver dan spekulasi-spekulasi terkait siapa yang akan memegang tampuk kekuasaan di wilayah tersebut.
Polemik ini tidak hanya memancing perdebatan di kalangan pemerintah setempat maupun pemerintah Kalimantan Tengah, tetapi juga praktisi hukum hingga akademisi yang memiliki keilmuan di bidangnya. Salah satunya adalah sorotan dari dosen hukum di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Habaring Hurung, Sampit, Kotawaringin Timur Nurahman Ramadani, SH., MH.
Dirinya menilai, bahwa masalah yang terjadi di tubuh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Seruyan yakni tidak harmonisnya antara Wakil Bupati (Wabup) Hj Iswanti dengan bawahannya, penuh dengan aroma kepentingan politik semata. Sehingga, membuat masalah tersebut semakin berlarut tanpa ada kejelasan ataupun penyelesaian yang etis.
“Secara kode etik, Wabup Seruyan memang sah sebagai pemegang tampuk kekuasaan, berdasarkan hasil berupa resume medis yang menunjukan bahwa Bupati Seruyan memang sakit dan sedang mendapat perawatan,” katanya, Kamis (11/5).
Kemudian lebih lanjut, dirinya menambahkan, hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Otomi Daerah nomor 23 tahun 2014 tentan Pemerintah Daerah. Jadi, seharusnya tidak ada lagi polemik terkait siapa yang akan memimpin daerah tersebut, karena sudah jelas diatur dalam UU.
“Dasar kita tetap UU. Itu saja. Seharusnya, tidak ada lagi polemik terkait siapa yang akan memimpin Kabupaten Seruyan. Akan tetapi, sekali lagi saya tegaskan, masalah ini terkesan ada unsur kesengajaan untuk tidak segera diselesaikan. Ini akan menjadi masalah yang lebih besar kedepannya. Bisa saja, akan terjadi dualisme di tubuh pemerintahan. Apabila itu terjadi, sangat merugikan semua pihak,” pungkasnya. (Ys)